Sunday, July 26, 2009

Hal Nahnu Qaumun Amaliyyuun?

Adakah Kita Orang-orang yang BerAMAL?



Amal merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari iman. Imam Hasan Albasri menegaskan bahwa iman bukanlah angan-angan dan harapan hampa, akan tetapi ia adalah keyakinan yang mantap dalam hati dan dibuktikan dengan amal yang nyata.

Aktivis dakwah yang konsisten berharakah ibarat air sungai yang sentiasa mengalir dengan baik , membekalkan air yang sihat untuk hidupan-hidupan yang memerlukannya. Sebaliknya air sungai yang bertakung di suatu lembah tidak mengalir kemana-mana dan tidak pula diperbaharui airnya lama-kelamaan menjadi air yang berpenyakit, tempat pembiakan jejentik, rasanya menjadi semakin payau bahkan boleh memudaratkan hidupan yang lain. Air yang berpenyakit inilah perumpamaan aktivis dakwah yang mun'athofaat yang mana potensinya membusuk menjadi negatif kerana lemahnya iltizam dan konsisten berharakah dengan dakwah ini dan lebih mejadi pemerhati dan bukan pengamal dakwah Islamiyyah. Maka lahirlah penyakit-penyakit hati, pemikiran dan tindakan, seperti dengki, kibr, riya', buruk sangka, namimah, ghibah, 'problem maker'(pembuat masalah) bukan 'solution maker'(penyelesai masalah), suka mencari dan membesarkan kesalahan yang lain, terlalu idealis tetapi lemah praktis dan sebagainya.

Aktivis dakwah yang mukhlis bersama dalam harakah dakwah adalah untuk memberi dan bukan untuk meminta, sudah semestinya kita mengurangi beban dan bukan menjadi beban dan bahkan menjadi kewajiban kita memberikan seluruh potensi yang kita miliki untuk da’wah dan bukan mencari keuntungan dari da’wah.


Ingatlah, sesungguhnya orientasi kita dalam harakah dakwah ini adalah orientasi amal dan hanya amal lah yang dapat mengangkat derajat kita di sisi Allah subhanahu wa ta'ala serta membuat Allah mengakui kita sebagai aktivis da’wah. Allah berfirman:

“Dan berbuatlah kamu, maka Allah, Rasul dan orang-orang yang beriman akan melihat amal kalian, dan kalian akan dikembalikan kepada Allah yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. “
(At-taubah :105)

Ketahuilah, kewajiban dan tanggungjawab yang harus kita pikul ternyata lebih banyak dari waktu yang tersedia dan lebih besar dari potensi yang kita miliki, oleh itu janganlah sampai ada di antara kita yang hanya duduk, terpaku, mejadi pemerhati dan berdiam diri di dalam gerakan dakwah ini kerana gerakan dakwah ini bukanlah gerakan dakwah tanpa kerja (pengangguran).


Bila hal itu terjadi, maka ia akan membawa kesan negatif kepada dirinya dan harakah dakwah, sebagai contoh munculnya suasana dan iklim yang tidak sihat iaitu iklim ghibah dan namimah di antara para da’i yang dapat menghambat perjalanan harakah dakwah dan meruntuhkan bangunan dakwah. Tidakkah kita menyedari bahawa Rasul melarang kita dari dua hal, yaitu membicarakan sesuatu yang tidak ada manfaatnya (qiila wa qoola = katanya…dan katanya…) dan menyia-nyiakan harta (idlo’atul maal ). Termasuk nasihat daripada pendiri dakwah menegaskan bahwa setiap masalah yang tidak berorientasi pada amal,maka membicarakannya adalah sesuatu yang memberatkan diri dan dilarang oleh syari’at.

Sekaranglah saatnya kita memperbanyak amal Islami dan meningkatkan hasil dakwah yang muntijah dan tidak ada waktu bagi kita untuk banyak berbicara atau terlebih berbicara tentang sesuatu yang tidak berguna kerana masih banyak medan da’wah yang belum tergarap. Betapa banyak medan da’wah yang menjadi tanggung jawab kita di kalangan buruh, pekerja, pedagang, petani, nelayan, professional, ibu rumah tangga, remaja, anak jalanan, dll. Sungguh naïf jika ada di antara kita yang tidak disibukkan dengan amal dakwah dan tarbiyyah ini.

Sungguh, Ustadz Hasan Al-Banna pada masa hidupnya pernah berkata bahwa kita harus bekerja lebih banyak untuk umat dari pada untuk diri kita sendiri.

Ladang da’wah begitu banyak terbuka luas di depan kita. Siapa yang akan mulai menggarapnya? Tentu saja diperlukan para da’i yang berinisiatif, kreatif dan produktif yang motivasinya kerana Allah dan berorientasi kepada redha Allah. Lupakah kita bahwa Ar-Rasul pernah bersabda bahwa barang siapa yang berinisiatif mengerjakan amal kebaikan lalu diikuti oleh orang lain maka baginya pahala atas perbuatannya itu dan pahala dari orang-orang yang mengerjakan setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun… (Mafhum daripada HR. Bukhari ).

Indikasi bahwa kegiatan dan proses tarbiyah yang kita selenggarakan telah berjalan cukup baik (efektif) adalah jika para da’i dapat merealisasikan dirinya sebagai syakhshiyyah Islamiyah dan da’iyah di tengah masyarakatnya. Kehadiran, penglibatan, peranan, dan sumbangannya dapat dirasakan oleh masyarakat. Sebagaimana ditegaskan oleh Rasul sollallahu ‘alaihi wassalam bahwa “orang yang paling baik adalah orang yang paling banyak kebaikannya di masyarakat. (HR. Tirmidzi).

Rasulullah sollallahu ‘alaihi wassalam menggambarkan bahwa profil seorang mukmin adalah seperti lebah, yaitu hanya mengambil yang baik dan memberi yang baik (HR. Ahmad).

Bila ia hinggap di suatu tempat maka ia akan mengambil yang terbaik dari tempat itu yaitu madu tanpa merosak atau mematahkan ranting tempat ia berpijak. Bahkan lebah membantu bunga-bunga tersebut melakukan proses persenyawaan. Dan ketika ia meninggalkan tempat itu untuk mencari tempat yang lain, maka ia meninggalkan sesuatu yang terbaik pula yaitu madu serta meninggalkan kenangan manis kepada lingkungan yang pernah ia hinggapi. Dan begitu seterusnya. Ikhwah dan Akhawat fillah, jadilah seperti lebah yang selalu mencari unsur-unsur kebaikan dan memberikan buah kebaikan. Benih-benih kebaikan itu tidak akan terjadi apabila kita tidak giat melakukan amal daa'wi di masyarakat.

Sesungguhnya amal adalah buah daripada ilmu dan keikhlasan. Ilmu yang kita peroleh di dalam halaqah, tatsqif dan ta’lim harus mengesani secara positif dalam kehidupan kita sehari-hari di lingkungan tempat kita beramal. Kita tidak boleh merasa puas dengan kegiatan tarbawi, tatsqifi, dan tanzhimi yang tidak ditranformasikan kepada masyarakat. Kita tidak boleh menganggap cukup dengan aktivitas tarbawi yang bersifat internal tanpa mengembangkannya dalam bentuk amal daa'wi dan kegiatan sosial kerana konsep tarbiyah yang kita yakini adalah memadukan tarbiyah nukhbawiyah (pembinaan aktivis dakwah) dan tarbiyah jamahiriyah (da'wah 'ammah yang bersifat terbuka dan massif).

Jadilah pekerja da’wah yang berperanan aktif dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh stuktur dakwah. Janganlah kita menjadi penonton dalam persaingan dan pertarungan da’wah yang hanya tertawa, bergembira, bersorak-sorai, bertepuk tangan dan bersiul menyaksikan pemain yang bertarung untuk merebut kemenangan di medan pertandingan atau kadang kala berkomentar negatif jika pemain melakukan kesalahan.

Kita tidak mengenal istilah pemerhati da’wah dalam kamus da’wah kita kerana yang ada hanyalah aktivis da’wah dan harakah. Oleh itu, janganlah ada di antara kita yang menjadi pemerhati da’wah tapi hendaklah menjadi aktivis dakwah dan harakah.

Amanah dakwah terbuka luas di hadapan kita. Demi Allah, sesungguhnya sangat ramai mereka yang menunggu-nunggu sentuhan dan belaian dakwah dan tarbiyyah Islamiyyah ini, maka adakah masih ada alasan untuk kita banyak berkata daripada beramal?


dari http://www.halaqah-online.com

Friday, July 24, 2009

Pengalaman yang Tidak Dapat Dilupakan (5)



Semasa dalam perjalanan ke tanah haram kedua, Madinah Al Munawarrah dengan bas, saya dan suami berasa sungguh teruja kerana kami akan menuju ke
tempat yang suci yang menjadi tempat tinggal Rasulullah s.a.w dan para sahabah yang mulia. Jauh perjalanan itu adalah 450km dari Makkah Al Mukarramah. Itu adalah selepas berada 7 hari di Makkah dan selamat mengerjakan ibadah umrah, alhamdulillah.

Sepanjang perjalanan ke Madinah, saya cuba berjaga untuk memerhatikan pemandangannya. Saya perhatikan perjalanan yang memakan masa selama
lebihkurang 5 jam itu agak mengantukkan kerana cuaca tengahari itu adalah panas, semestinya , dan pemandangannya hampir sama di sepanjang jalan itu - keadaan gurun berpasir dan berbukit batu dengan belukar dan pokok-pokok renek yang jarang di merata tempat. Lama kelamaan mata saya dan suami tidak tertahan lagi, tertidurlah kami di kebanyakan masa di perjalanan itu kerana mungkin sejak subuh pada pukul 4 pagi, kami ber
jaga dan berkemas barang dan kurang berehat. Namun tidur saya tidaklah terlalu lena kerana, selepas 15 mt, saya akan terjaga dan mata melerek melihat mencari kelainan alam sekeliling. Cuma longkang sederhana dalam yang panjang tidak putus-putus kelihatan di tepi jalan yang berdebu itu. Tidak banyak hidupan
kelihatan, maklum tanahnya gersang dan kering, jarang hujannya. Tumbuhan yang berdaun berduri saja yang banyak hidup.

Saya mula terfikir bagaimana di zaman Nabi dahulu, beliau dan para sahabat membuat perjalanan dari Makkah dan Madinah dengan menaiki unta yang perlahan perjalanannya dalam keadaan yang amat panas, kering dan berdebu, berhari-hari lamanya. Kata mutawif kami di Makkah, baginda Nabi, mengambil masa selama 9 hari untuk s
ampai ke Madinah dari Makkah. SubhanaLlah, lamanya..hiba rasanya hati saya mengenangkan kesusahan yang perlu mereka lalui. Namun begitu ia adalah ujian dan latihan kesabaran bagi Baginda, muslimin dan orang-orang di zaman itu. Kesabaran yang tinggi seperti itu adalah perlu bagi menyebarkan dakwah Islam yang telah berdepan dengan pelbagai mehnah yang sukar. Tanpa kesabaran, kejayaan dakwah Islami tidak mungkin akan berjaya, apatah lagi untuk menegakkan daulah Islamiyyah di Madinah di zaman Nabi. Allahu Akbar..!


Penumpang bas lain bersama kami pun ramai yang tidur. Masing-masing berasa inilah masa untuk berehat sebelum kami sampai di Madinah dan beribadat lagi di masjidnya yang indah, iaitulah di Masjidil Nabawi. Di separuh perjalanannya, kami sa
mpai ke sebuah tempat rawat dan rehat yang mempunyai musolla dan restoran serta kedai makan. Saya bersyukur kami sudah sampai sejauh itu dalam keadaan selamat. Tempat itu walaupun tidak berpokok banyak, ia agak
sibuk dengaan bas dan kenderaan lain, kerana itulah sesat
unya tempat untuk mendapatkan bekalan minyak, makanan dan tempat untuk bersolat. Sempat saya mengambil sekeping dua foto..


Selepas bersolat jamak qasar zohor dan asar, kami ke restoran untuk makan. Makanan di menu hampir habis apabila sampai giliran kami, walaupun hanya penumpang sebas kami yang membelinya. Banyak lagi bas yang akan datang, pada hemat saya. Syukurlah kami dapat juga makan kentang dan ayam goreng beserta minuman ringan, alhamdulillah. Nak makan nasi mandi arab, nasi sudah habis! Itu di kira kami berada di restoran segera Arab. Bas menanti kami yang agak akhir makan sambil membunyikan hon; maka bergegas jugalah kami makan. Semasa itu kami sudah ramai mengenali rakan-rakan sehotel dari Makkan. Ada yang sudah bergurau senda dengan kami, dan ada juga yang masih enggan senyum dan bertegur sapa.

Sebaik tiba di Madinah, di pinggirannya, hati kami melonjak keriangan dan kesyukuran..Jadi..inilah Madinah Munawarah yang sebenarnya, yang sebelumnya saya hanya dapat baca ceritanya dalam buku seerah dan sejarah! Cantiknya bandar Nabi ini, ya Allah,
terdetik di hatiku. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga saya dan suami ke sini...
MasyaAllah, cantiknya rumah-rumah dan bangunannya.. Banyak pula pokok-pokok dan rumputnya..tidak seperti sedikit masa lalu.

Bangunan-bangunannya tinggi dan moden, tak pernah saya lihat di mana-mana dalam dunia ini. Ada yang lama (- agak rendah dan tidak colourful,) dan ada yang baru...tinggi dan berwarna warni. Yang barunya, sungguh cantik sekali..Unik da
n berbeza dari yang ada di negara barat atau negara kami sendiri. Ada berbentuk moor dan ada bersegi empat, unik dan luminous bangunannya. Sayang sekali saya terlupa untuk ambil fotonya, mungkin kerana agak jauh dan saya masih dalam keadaan teruja, terlupa nak klik kamera. Namun foto-foto masjid, alhamdulillah saya dan suami sempat mengambilnya seperti Masjid Quba dan juga Masjidil Nabawi ini.